Laman

Senin, 09 Agustus 2010

Kalam khabar dan kalam insya’

Kalam dalam bidang ilmu ma’ani terbagi menjadi dua yaitu kalam khabari dan kalam insya’. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai kedua jenis kalam ini. Adapun cara penulisannya adalah dengan cara menjelaskan terlebih dahulu kalam khabar, kemudian kalam insya’ secara terpisah agar lebih mudah dalam pemahaman dan lebih sistematis dalam susunan.

Sebelum memasuki pembahasan yang panjang, perlu diperhatikan bahwasanya setiap kalam, baik kalam khabar maupun kalam insya’, terdiri atas dua unsur asasi, yaitu mahkum ‘alaih dan mahkum bih. Unsur pertama disebut sebagai musnad ilaih dan unsur kedua disebut sebagai musnad. Sedangkan kata-kata selebihnya, selain mudhaf ilaih dan silah, disebut sebagai qaid.

Kalam Khabari

1. PENGERTIAN KALAM KHABARI

Kalam khabari adalah kalimat yang pembicaranya dapat dikatakan sebagai orang yang benar atau dusta. Bila kalimat itu sesuai dengan kenyataan, maka pembicaranya adalah benar; dan bila kalimat itu tidak sesuai dengan kenyataan, maka pembicaranya adalah dusta.

Contoh:
• Abu Ishaq Al-Ghazi berkata:
مسامع الناس من مدح ابن حمدان.# امتلات ابوالطيب الكنديّ ما لولا
“ Seandainya tidak ada Abuth- Thayyib Al-Kindi, maka tidak akan penuh pendengaran manusia dengan pujian terhadap Ibnu Hamdan.”

Pada contoh di atas Abu Ishaq Al-Ghazzi menceritakan bahwa Abu Ath-Thayyib al-Mutanabbi adalah orang yang menyebarluaskan keutamaan – keutamaan Saifud – Daulah bin Hamdan. Untuk itu ia berkata, “Seandainya tidak ada Abuth-thayyib, niscaya tidak muncul kemasyhurannya, dan manusia tidak mengetahui seluruh kelebihannya seperti yang telah mereka ketahui sekarang.” Pernyataan ini memungkinkan Al-Ghazzi berkata benar, atuapun berkata dusta. Dan ukuran benar dan salahnya perkataan ini bergantung dari fakta yang ada.

2. MACAM-MACAM KHABAR
Kondisi mukhatab ada tiga macam. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai ketiga kondisi tersebut.
a) Hatinya bebas dari hukum yang terkandung di dalam kalimat (yang akan diucapkan). Dalam kondisi demikian, kalimat disampaikan tanpa disertai adapt taukid. Kalam khabar semacam ini disebut sebagai ibtida’i.
Contoh:
علي قدر أهل العزم تأتى العزائم
Kemauan itu datang sesuai dengan kadar keteguhan.

Pada contoh diatas kalimat, kondisi mukhatab hatinya bebas dari hokum yang terkandung (khaaliyudz-dzihni). Oleh karena itu si pembicara tidak memandang perlu untuk mempertegas berita yang disampaikan.

b) Ragu terhadap hokum dan ingin memperoleh suatu keyakinan dalam mengetahuinya. Dalam kondisi demikian, lebih baik kalimat disampaikan disertai dsengan lafad penguat agar dapat menguasai dirinya. Kalimat semacam ini disdebut thalabi.
Contoh:
إنى رأيت عواكب الدنيا # فتركت ما أهوى لما أخشى
sesungguhnya aku mengetahui seluruh akibat dunia. Karena itulah, maka aku tinggalkan apa yang aku ingini mengingat apa yang aku takuti.

pada contoh diatas tergambar bahwa mukhatab sedikit merasa ragu dan tampak padanya keinginan untuk mengetahui hakikat. Maka dalam kondisi yang seperti ini baik sekali disampaikan kepadanya kalimat berita yang berkesan meyakinkan dan menghilangkan keraguan. Oleh karena itu dalam contoh ini kalimatnya diperkuat dengan inna.

c) Mengingkari isi kalimat. Dalam kondisi demikian, kalimat wajib disertai penguatdengan satu penguat atau lebih sesuai dengan frekuensi keinginannya. Kalimat yang demikian disebut inkari.
Contoh:
إنا لفى زمن ملان من فتن # فلا يعاب به ملانن من فرق
Sesungguhnya kita hidup di zaman yang penuh fitnah, maka tidak dapat dicela orang yang diliputi ketakutan.

Pada contoh diatas , mukhatabnya mengingkari dan menentang isi beritanya. Dalam kondisi seperti ini kalimat wajib disertai beberapa sarana penguat yang mampu mengusir keingkaran mukhatab dan menjadikannya menerima. Pemberian penguat ini harus disesuaikan dengan frekuensi keingkarannya. Oleh karena itu, kalimat pada contoh ini diperkuat dengan dua penguat, yaitu inna dan lam.

Kalam Insya’

1. PENGERTIAN KALAM INSYA’I
Kalam insya’ adalah kalimat yang pembicaranya tidak dapat disebut sebagai orang yang benar ataupun sebagai orang yang dusta.
Contoh:
• Fatwa Al-Hasan r.a.
لا تطلب من الجزاء إلا بقدر ما صنعت
janganlah kau menuntut balasan kecuali senilai apa yang kamu kerjakan.
• Ash-shimmah bin Abdullah berkata:
بنفسي تلك الارض م أطيب الربا !
و ما أحسن المصطاف و المتربعا !
Demi diriku, alangkah baiknya bumi yang tinggi itu dan alangkah indahnya sebagai tempat peristirahatan di musim panas dan musim semi.

Dua contoh diatas adalah kalam insya’ karena keduanya tidak mengandung pengertian membenarkan dan tidak pula mendustakan. Contoh pertama adalah kalimat-kalimat yang digunakan untuk menghendaki keberhasilan sesuatu yang belum berhasil pada saat kehendak itu dikemukakan. Oleh karena itu, kalam insya yang demikian disebut sebagai insya thalab’ sedangkan contoh yang kedua tidak digunakan untuk menghendaki terjadinya sesuatu, dan oleh karenanya disebut sebagai insya’ ghair thalabi.

2. PEMBAGIAN KALAM INSYA’
Kalam insya’ terbagi menjadi dua yaitu:
A. Insya’ Thalabi
Kalam Insya’ Thalabi adalah kalimat yang menghendaki terjadinya sesuatu yang belum terjadi pada waktu kalimat itu diucapkan.
B. Insya’ Ghair Thalabi
Kalam Insya’ Ghair Thalabi adalah kalimat yang tidak menghendaki terjadinya sesuatu. Kalam jenis ini tidak menghendaki terjadinya sesuatu. Kalam jenis ini banyak bentuknya, antara lain ta’ajjub ( kata untuk menyatakan pujian ), adz-dzamm (kata untuk menyatakan celaan), qasam, kata-kata yang diawali dengan dengan af’alur raja, dan demikian pula kata-kata yang mengandung makna akad ( transaksi ).
Contoh:

• Ash-Shimmah bin Abdullah berkata:
بنفسي تلك الارض م أطيب الربا !
و ما أحسن المصطاف و المتربعا !
Demi diriku, alangkah baiknya bumi yang tinggi itu dan alangkah indahnya sebagai tempat peristirahatan di musim panas dan musim semi.

Dalam makalah ini jenis kalam insya ghair thalabi tidak akan dijelaskan secara panjang lebar sebab, jenis kalam ini bukanlah bidang pembahasan ilmu ma’ani.

3. PEMBAGIAN KALAM INSYA’ THALABI
i. Amar (kalimat perintah)
Amar adalah menuntut dilaksanakannya suatu pekerjaan oleh pihak yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Amar mempunyai empat macam redaksi, yaitu fi’il amar, fi’il mudhari’ yang didahului dengan lam amar, isim fi’il amar, dan mashdar yang menggantikan fi’il amar.
Kadang- kadang redaksi amar tidak digunakan untuk maknanya yang asli, melainkan kepada makna lain. Hal ini dapat diketahui melalui susunan kalimat. Makna lain tersebut adalah untuk irsyad (bimbingan), doa (permohonan), iltimas (tawaran), tamanni (harapan yang sulit tercapai), takhyir (pemilihan), taswiyah (menyamakan), ta’jid (melemahkan mukhathab), tahdid (ancaman), dan ibahah (kebolehan).

Contoh:
• QS.Maryam: 12
خذ الكتاب بقوة ( مريم : 12)
Ambillah al-kitab (taurat) itu dengan sungguh-sungguh! (QS.Maryam: 12)

• Qathari bin Al-Fuja’ah
فصبرا فى مجال الموت صبرا # فما نيل الخلود بمستطاع
Bersabarlah dengan sesabar-sabarnya dalam hal kematian, sebab meraih keabadiannya itu suatu yang tidak mungkin.

• Khalid bin Shufwan
دع من اعمال السر م لا يصلح لك فى العلانية
Tinggalkanlah olehmu perbuatan rahasia yang tidak pantas kau kerjakan dengan terang-terangan.

ii. Nahyi (larangan)
Nahyi (larangan) adalah tuntutan tidak dilakukannya suatu perbuatan yang disampaikan oleh seseorang kepada orang yang martabatnya lebih rendah. Redaksi nahyia adalah fi’il mudhari’, didahului dengan laa nahiyah.
Kadang-kadang redaksi nahyi keluar dari maknanya yang hakiki dan menunjukan makna lain yang dapat dipahami dari susunan kalimat serta kondisi dan situasinya, seperti untuk doa, iltimas, tamanni, irsyad, taubah, tai-iis (pesimistis), tahdid, dan tahqir (penghinaan).
Contoh
• QS.al-an’am: 152
و لا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي احسن
dan janganlah kau dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat. (QS.al-an’am: 152)

• QS. An-nuur:22
و لا يأتل اولوا الفضل منكم و السعة ان يؤتوآ اولى القربى
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabatnya. (QS. An-nuur:22)

• Abul-ala al-ma’arri berkata
و لا تجلس إلى أهل الدنايا # فإن خلائق السفهاء تعدى
Dan janganlah kamu berteman orang yang berselera rendah, karena akhlak orang-orang bodoh itu menular.

iii. Istifham
Istifham adalah mencari pengetahuan tentang sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Adatul istifham ( kata tanya ) itu banyak sekali, diantaranya adalah hamzah dan hal.
Contoh:
ا انت المسافر ام اخوك ؟
Apakah kamu yang telah bepergian atau saudaramu?

هل ينمو الجماد ؟
Apakah benda mati itu dapat berkembang?

ما الكرى ؟
Apakah kantuk itu?

iv. Tamanni
Tamanni adalah mengharapkan sesuatu yang tidak dapat diharapkan keberhasilannya, baik karena memang perkara itu mustahil terjadi, atau mungkin terjadi namun tidak dapat diharapkan tercapainya. Bila perkara yang menyenangkan itu dapat diharapkan tercapainya, maka pengharapannya disebut taraji. Kata-kata yang dipergunakan untuk tamanni adalah laita, dan kadang-kadang dipakai juga kata-kata hal, lau, dan la’alla atas dasar tujuan balaghah.

Contoh:
• Ibnur-rumi berkata tentang bulan ramadhan:
فليت الليل فيه
Maka alangkah baiknya jika satu malam bulan ramadhan itu lamanya sebulan, sedangkan siangnya berjalan secepat perjalanan awan.

• QS. Al-a’raf : 53
فهل لّنا من شفعآء فيشفعوالنا
maka adakah bagi kami pemberi syafa’at yang akan memberi syafa’at bagi kami?(QS. Al-a’raf : 53)

• QS. Al-Qashash:79
.....يليت لنا مثل مآ اوتي قارون
Aduhai, seandainya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada qarun. (QS. Al-Qashash:79)

v. Nida’ (seruan)
Nida’ adalah menghendaki menghadapnya seseorang dengan menggunakan huruf yang menggantikan lafaz ad’uu. Huruf- huruf nida itu ada delapan : hamzah (ء), ay (اي), yaa (يا), aa (آ), aay (آي), ayaa (ايا), hayaa (هيا), dan waa (وا). Hamzah dan ay untuk memanggil munada yang dekat, sedangkan huruf nida’ yang lain untuk memanggil munada yang juah.
Kadang-kadang munada yang jauh dianggap sebagai munada yang dekat, lalu dipanggil dengan huruf nida’ hamzah dan ay. Hal ini merupakan isyarat atas dekatnya munada dalam hati orang yang memanggilnya. Dan kadang-kadang munada yang dekat dianggap sebagai munada yang jauh, lalu dipanggil dengan huruf nida’ selain hamzah dan ay. Hal ini sebagai isyarat atas ketinggian derajat munada, atau kerendahan martabatnya, atau kelalain dan kebekuan hatinya. Kadang-kadang nida’ dapat menyimpang dari maknanya yang asli kepada makna yang lain, dan hal ini dapat diketahui melalui beberapa karinah, sperti sebagai teguran, untuk menyatakan kesusahan, dan untuk menghasut.
Contoh:
• Abu nuwas berkata:
فلقد علمت بانّ عفوك اعظم # يا ربّ ان عظمت ذنوبي كثرة
Wahai Rabb-ku, seandainya dosa-dosaku sangat besar, maka sesungguhnya aku tahu bahwa pengampunan-Mu itu lebih besar.

• Al-farazdaq menyombongkan nenek moyangnya dan menghina jarir
اذا جمعتنا يا جرير المجامع # اولئك آبائ فجئنى بمثلهم
Inilah nenek moyangku, maka tunjukkanlah kepada orang-orang seperti mereka ketika pada suatu saat kita bertemu dalam suatu pertemuan, wahai jarir.

6 komentar: